Teknologi pasca-Rangaku Rangaku

Shohei Maru (1854) dibangun berdasarkan cetak biru dari Belanda.

Ketika menandatangani Persetujuan Kanagawa pada tahun 1854, Komodor Perry juga memberi hadiah sejumlah besar benda-benda teknologi tinggi kepada wakil Jepun. Di antara hadiah dari Komodor Perry terdapat mesin telegrafi berukuran kecil, dan sebuah lokomotif wap lengkap dengan relnya. Hadiah-hadiah ini segera dipelajari oleh orang Jepun.

Setelah Jepun membuka pelabuhan untuk kapal-kapal asing, Keshogunan Tokugawa merasakan hal tersebut sebagai faktor destabilitasi. Keshogunan lalu memerintahkan pemerintah beberapa domain untuk membuat kapal perang berdasarkan desain Barat. Kapal-kapal yang didesain dan dibangun pada waktu itu berdasarkan buku-buku Belanda dan cetak biru orang Belanda, di antaranya: Hōō-Maru, Shouhei-Maru, dan Asahi-Maru. Beberapa di antaranya selesai dibagun setahun atau dua tahun setelah kedatangan Perry.

Hisashige Tanaka membuat mesin wap pertama Jepun berdasarkan cetak biru Belanda dan pengamatan terhadap kapal wap Rusia yang merapat di Nagasaki tahun 1853. Domain Satsuma menjadi mampu membuat kapal bertenaga wap pertama Jepun, Unkō-Maru pada tahun 1855, hanya dua tahun setelah orang Jepun melihat kapal sejenis dalam armada Komodor Perry pada tahun 1853.

Pada 1858, perwira Belanda Kattendijke berkomentar:

Ada beberapa ketidaksempurnaan dalam detail, tapi saya angkat topi untuk orang jenius yang dapat membuat kapal-kapal seperti ini tanpa pernah melihat benda yang sebenarnya, tapi hanya mengandalkan gambar sederhana.[4]

Tahap terakhir belajar dari Belanda

Pusat Latihan Kelautan Jepun di Nagasaki yang bersebelahan dengan Dejima.

Setelah kedatangan Komodor Perry, orang Belanda untuk beberapa waktu tetap berperan penting dalam transfer teknologi ke Jepun. Keshogunan Tokugawa sangat bergantung kepada Belanda mengenai metode pelayaran moden dari Barat. Pusat Latihan Kelautan Nagasaki didirikan pada 1855 di pelabuhan yang bersebelahan dengan pintu masuk pos perdagangan Belanda di Dejima, dengan maksud menyerap sebanyak-banyaknya ilmu kelautan dari Belanda. Dari 1855 hingga 1859, pendidikan kelautan Jepun dipimpin oleh perwira-perwira Belanda sebelum akhirnya akademi dipindahkan ke Tsukiji di Tokyo, dan peran perwira Belanda digantikan oleh perwira Inggris.


Pusat Latihan Kelautan Nagasaki juga dilengkapi dengan kapal wap pertama di Jepun, Kankō Maru yang merupakan hadiah dari Pemerintah Belanda. Kapal perang Kankō Maru merupakan kontribusi terakhir Belanda untuk pemodenan Jepun sebelum Jepun membuka diri terhadap berbagai-bagai pengaruh asing. Laksamana Enomoto Takeaki adalah alumni Pusat Latihan Kelautan Nagasaki yang ditugaskan belajar di Belanda selama 5 tahun (1862–1867). Bersama sejumlah perwira lainnya, Enomoto belajar mengenai peperangan laut di Belanda sebelum diangkat sebagai panglima angkatan laut keshogunan.

Pengaruh rangaku di bidang politik

Sejumlah cendekiawan rangaku berperan penting dalam pemodenan Jepun. Fukuzawa Yukichi, Ōtori Keisuke, Yoshida Shōin, Katsu Kaishu, dan Sakamoto Ryōma adalah tokoh-tokoh Jepun yang mengumpulkan ilmu dari Belanda selama Jepun menjalankan pemulauan politik, dan segera mempelajari bahasa Inggris setelah Jepun menjadi negara terbuka.

Para cendekiawan rangaku umumnya pro negara-negara Barat dan sejalan dengan kebijakan Keshogunan Tokugawa. Walaupun demikian, beberapa di antaranya, Sakuma Shōzan dan Sakamoto Ryōma menentang kebijakan keshogunan yang lunak terhadap negara asing, dan keduanya tewas dibunuh.